Friday, January 19, 2007

Kritik Tanpa Titik

Kamis, 12 Oktober 2006, 09.05 Malem
Indonesia kian Gila;

Barusan aku nonton Editorial Malam metro, DPR lagi-lagi bikin ulah. Judul editorial itu “persekongkolan politisi”. Ini terkait dengan rapat paripurna DPR hari ini yang membahas perihal perdebatan anggota dewan itu tentang perlu tidaknya pemerintah menindak para wakil rakyat daerah (DPRD) yang menggunakan APBD untuk kepentingannya sendiri. Awal dari pembahasan ini disinyalir karena banyaknya anggota DPRD yang dipermasalahkan KPK dan Mahkamah Agung dalam penggunaan APBD selama ini. Untuk diketahui, selama ini banyak kasus penyelengan uang Negara oleh anggota deawan di daerah dianggap wajar. Misalnya, APBD digunakan untuk ONH, Beli telepon seluler, Kapling tanah, beli rumah dan lain-lain. Sehingga DPR Pusat seakan melakukan pembelaan sesama anggota wakil rakyat itu.

***

Saya cukup terperangah menonton berita kemaren sore. “SBY” mendamprat menteri-menterinya terkait persoalan tak kunjung-kunjung terselesaikannya kebakaran hutan di berbagai belahan Indonesia seperti di Sulawesi, Sumatera dan Kalimantan.
“masih bisa ketawa-ketawa melihat asap seperti ini” demikian kata SBY ketika memasuki ruang rapat di Istana Negara.
Karena kebakaran ini, aktivitas masyarakat menjadi sangat terganggu. Tidak sekedar berakibat bagi warga Negara Indonesia sendiri tapi juga telah merambah ke negeri lain seperti malaisia, pilipinaa dan thailan.
Menurut berita di SCTV, perdana menteri thailan telah mengirim surat teguran kepada presiden SBY terkait peristiwa asap ini. Malaisia juga demikian, salah satu pejabt Malaysia mengatakan Indonesia tidak mampu mengatasi asap ini.
Selepas acara SBY juga melakukan konferensi pers secara langsung, meminta maaf kepada negeri-negeri seberang terkait persoalan asap.

***

berita menarik lain, Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan peringatan agar semua pejabat Negara tidak melakukan Gratifikasi sesame pejabat maupun dengan warga yang lain. Gratifikasi ini kongkritnya adalah kirim mengirim parcel menjelang lebaran. Ditenggarai KPK parcel telah menjadi stimulasi dari membudayanya korupsi di Indonesia. Parcel telah menjadi budaya baru yang bisa menjurus kea rah korupsi.
Catatan saya, Pro-kontra diadakannya parcel kepada para pejabat ini terjadi tidak berimbang. Kebanyakan para pejabat terlihat memilih diam daripada mengomentari.
Bahkan Ikadan kamar dagang Dan Industri yang diwakili oleh Sopian Wanandi menyatakan ketidaksetujuannya atas larangan KPK ini. Menurutnya larangan tersebut tidak berdasar, karena kirim mengirim parcel adalah bentuk dari jalinan silaturrahim. Tapi yang setuju juga ada, seperti yang di lakukan gubernur Sumatera barat Gunawan Pauzi, beliau diberitakan melarang seluruh jajaran pemerintahannya menerima atau mengirim parcel apa saja ke sesame pejabat maupun yang tidak pejabat.
Naif memang terlihat, kita contohkan saja di pemerintah kota Madiun mengeluarkan dana tidak kurang dari 1,5 miliar untuk kirim mengirim parcel ini. Pemerintah daerah ini membuat parcel yang akan dibagikan ke semua jajaran pejabat daerah seharga 100 ribu per-parcel. Sungguh merupakan keterlaluan.
Menurut saya, ini sudah amat mencabik-abik hati nurani. Diakala rakyat terpuruk secara ekonomi, para pejabat Negara justru kirim mengirim parcel dengan dana yang demikian besar. Saya tidak bisa membayangkan senadainya 1,5 mmiliar tersebut dibagi-bagikan ke rakyat kecil yang masih kekuranagn makan. Hah Indonesia semakin gila.[]

No comments: