Friday, January 19, 2007

Jadi korban Politik kepala Desa

Tiba-tiba hapeku berdering. Nama “Kak cree” terlihat dibalik kerlap-kerlip lampu hapeku yang cukup mencolok. Kak cree bilang, baru saja Kak Oji nelpon dia, aku disuruh pulang karena ada persoalan penting dikampung. Seorang bernama Ali menuduhku pernah mengisap narkoba di Dempasar bali. Karena tuduhan itu, keluargaku berencana akan melaporkan Ali ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Sontak saja hati dan fikiranku kacau balau. Didadaku meledak emosi yang berat, tuidurkupun malam itu jadi tak nyaman. Fikiran tertuju pada itu saja.

Aku curhat pada teman sekampung yang kuliah di mataram. Mereka berasumsi, hal itu terjadi karena tindakan bapak saya beberapa waktu lalu sempat ceramah mengatakan “karakter seorang pemimpin dapat dilihat dari orang-orang yang bekerja dengannya, atau orang-orang yang ada di sekelilingnya. Jika orang-orang disekililingnya baik maka baiklah proses dan hasil kepemimpinannya, dan jika orang-orang disekilingnya jelek maka proses maupun hasilnya juga akan jelek” kurang lebih begitu isi ceramah bapak saya yang konon berlangsung di dua masjid.

Memang di desaku saat ini sedang panas-panasnya proses pemilihan kepala desa. Ada tiga calon yang uncul, lalu Wirama, Pak lam dan lalu mujitahid.
Sosok ketiganya berbeda. Lalu Wirama dikenal masyarakat tidak pernah tinggal di desa kami sejak waktu yang lama, pekerjaannya jadi tukan catut tanah, orangnya kaya. Oleh karenannya untuk kesuksesannya Wirama berani menyogok orang-orang, bahkan kampungku saja di beri fasilitas perbaikan dan pelebaran jalan lengkap dengan trotoarnya sekalian. Yang ada di belakang Wirama adalah orang-orang yang notabene dimata masyarakat tidak cukup baik. Seperti Ali dan Pak Satar.
Pak ali dan pak satar dikenal masyarakat kampung sebagai orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk melakukan tipou muslihat. Pernah suatu saat ia dipercaya sebagai penarik donatur but madrasahaku di kampung. Eh ternyata ia menilap uang pemberian para donatur itu. Disamping itu reputasi moral mereka juga rusak, pak satar pernah mencabuli salah satu gadis di kampungku ini.

Kemudian pak Lam, adalah sosok yang biasa-biasa saja. konon ia maju mencalonkan diri karena terpaksa saja, dan lebih dikarenakan ketidakrelaannya melihat wirama tidak punya saingan. Berbeda dengan reputasi satar dan Ali, pak lam dikenal anggota masyarakat baik-baik, tidak pernah punya masalah apalagi kriminal.

Oleh karenanhya masyarakat kampungku khususnya bapak saya mendukung calon satu ini. beberapa kali pak lamam beserta team suksesnya berkunjung ke rumahku sekedar meminta bapak ikut mendukungnya. Persepasi bapak saya sama, ia juga tidak rela jika wirama jadi kepala desa. Terapalagi ada satar dan ali dibelakangnya.

Walhasil, dengan modal hafalan hadist dan ayat yang bapak saya ketahui. Ia berceramah di kampungku seperti yang saya ceritakan diatas.

Bagaimana dengan mujitahid? Aku tidak terlalu mengerti dan kelihatannya ia belum punya bergain position di kontes kepala desa ini. karena ia selain tak terlalu dikenal masyarakat juga karena hubungannya dengan masyarakat tidak pernah terlalu intim. Saya menyerah untuk menjelaskan sosoknya.

Tapi sampai hari ini yang telihat kuat hanya dua calon yang saya sebut pertama. Wirama dan pak lam.

Ah aku harap ini menjadi hikmah tersendiri agar aku belajar dan belajar lagi.

17 Oktober 2006

No comments: