Friday, January 19, 2007

Zaman Pendekar Sudah Lewat!

Sedikit kita balik lembar sejarah. Sebelum nusantara ini bernama Indonesia, kita berbentuk kerajaan-kerajaan yang menyebar. Saat itu belum ada pistol, bom apalagi senjata nuklir. Yang ada adalah jurus-jurus silat dan mantra-mantra sakti yang bisa bikin tubuh kebal bahkan bisa terbang. Selain kerajaan, konon ditengah masyarakat ada yang disebut pendekar. Mereka memilki ilmu yang tinggi, jago pilih tanding, disegani lawan dan disenangi teman.

Diantara pendekar-pendekar itu ada yang disebut pendekar berilmu hitam dan putih untuk menggambarkan pendekar berwatak jahat dan baik. Mereka saling basmi satu sama lain, sama-sama ingin berkuasa. Sehingga kehidupan konon seperti rimba belantara dimana hukum yang berlaku “siapa yang kuat dialah yang menang”.

Akhir-akhir ini didaerah kita NTB, suasana -dunia kependekaran- ini menjadi marak lagi. Berbagai aksi kekerasan dipertontonkan terang benderang. Di Lombok Barat kita disuguhi aksi penyerangan Jema’at Ahmadiyah, di Lombok Tengah kita saksikan masyarakat saling serang antar kampung. Kemudian di Mataram baru saja terjadi, mahasiswa dibunuh oleh penjaga kampus berwajah “preman”. Semua kejadian Ini menimbulkan korban, baik jiwa maupun harta.

Soo.. hukum itu jadi ‘in lagi, “siapa yang kuat dialah yang menang”, rupanya kita lupa bahwa hari ini kita tengah berada di zaman yang demikian berbeda. Hukum Tarzan itu telah lama tergantikan oleh hukum modern bernama Undang-Undang Dasar yang memuat Hak Asasi manusia, toleransi, musyawarah dan pluralisme. Jadilah saat ini hukum berlandaskan kemanusiaan, memberi ruang bagi orang lain untuk hidup, berkreasi serta menikmati kenyamanan dan keamanan.

Kata kuncinya adalah, saling memahami. Segala persoalan semestinya tidak diselesaikan dengan “otot” tapi “otak”. Berfikir yang sehat dan rasional untuk mencapai kebaikan bersama. Saya kira tidak ada salahnya kita luangkan waktu beberapa detik atau menit saja untuk berdialog atau musyawarah daripada kita marah-marah, saling serang, saling tusuk bahkan saling bunuh. Terlalu na’if, kemarahan atau emosi jelas-jelas menimbulkan permasalah baru maka semestinya kita tanggalkan dan mendahulukan hati dan otak yang rasional dan cerdas.

Bukankah Nabi telah jauh-jauh hari mewanti-wanti “Ummatku jangan kamu marah!”. Berkali-kali rasul mengulanginya “jangan kamu marah-jangan kamu marah”! karena marah selamanya tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

No comments: