Friday, January 19, 2007

S.A.V.I Membaca Ala Dave Meier

Tadi siang aku membaca buku Hernowo “seandainya buku sepotong pizza”. Buku ini udah lama aku kenal. Iya paling tidak dari temanku Yusuf thantowi. Awalnya ia membuatku penasaran banget tentang buku ini. “Buku yang menggairahkan, lezat dan bergizi” selorohnya suatu waktu. Sampai pada hari, buku itu ada jelas dihadapanku keyika itu di Yayasan Pemberdayaan Kesejahteraan Masyarakat (YPKM)-nya Jumarim umar Maye. Aku membacanya saaat itu sekedar mengobati penasaran. Aku lihat pengarangnya, daftar isinya, indeksya lalu profil penulisnya.

“Lumayan” fikirku. Aku kagum juga dengan bahasa hernowo yang menjelaskan dengan mudah dan cair banget. Dengan gaya bercerita “aku”, ia mengalir saja mengarahkan saya dengan motivasi-motivasinya. Sayang, hari ini batrangkali bukan waktu yang tepat aku membedah isi buku yang membuat aku terkagum terutama oleh judulnya.
Sekarang, berselang sekitar sepuluh bulan sudah aku kenal buku ini. Aku melihatnya lagi di perpustakaan kampusku. Sambil menunggu dosenku dateng, aku baca aja dengan serius buku ini.

Di daftar isi aku melihat kalimat “seandainya buku itu sepotong makanan”. Aku mulai mengunyah isi buku itu, halaman per halaman. Ku mendaoat beberapa ilmu membaca yang sebetulnya sich sering aku denger. Misalnya membaca dengan gaya rileks dan santai. Menurut Hernowo, membaca santai dilakukan agar tubuh tidak tegang. Di sela-sela membaca kita “disunnahkan” hernowo menggerak-gerakkan badan seperti memetika jambu. Mungkin maksudnya kayak orang menggeliat yach?. Selain itu Hernowo bilang, jangan sampai melewati satu kata yang tidak dimenegerti. Dia mengatakan, banyak orang berhenti membaca karena ia pusing dengan satu kata yang ia tidak tahu artinya, akhirnya pusing bolak-balik kamus. Bagi hernowo ini tidak penting,. Terus saja!
Yang cukup mnyentak pikiran saya adalah, teori hernowo yang menyuruh saya membaca tidak selamanya harus diam. Terkadang kita mesti juga pakai sura keras biar kuping juga mengadili becaan kita. Konon kuping punya kekuatan mencerna apa yang kita ucapkan.

Ini dijelaskan semuanya oleh hernowo dengan meminjam teori Dave Meier, S.A.V.I, iay membaca degan gaya SAVI. Apa itu SAVI? Bukan sapi yang di gembala di desaku bukan?
Jelas bukan, SAVI adalah akronim dari S (somatis), A (Auditori), V (Visual), I (Intelektual/merenungkan).

Sekarang aku ingin menjelaskan ulang satu-satu.
• Somatis maksudnya adalah, bahwa kita membaca melibatkan usnsur raga kita. Jadi karena raga tentu saja berakibat banyak pada kondisi. Kadang ada kondisi dimana kita merasa nyaman, tidak nyaman. Oleh karenanya ketika kita mmbaca juga memperhatikan kondisi tubuh kita, apakah nyaman atau tidak. Syarat utama yang disebut adalah Rileks. “jika jenuh coba gerak-gerakkan tubuh kita” bilang hernowo.
• Auditori : disamping badan kita yang bekerja, juga ada telinga yang mendengar. Iya, telinga juga mesti kita perhitungkan. Ternyata ia juga ingin nimbrung saat kita membaca. Maka hernowo menganjurkan kita sesekali membaca dengan suara keras, alasannya telinga juga kadang menumbuhkan pemahaman lebih bagi otak kita terhadap isi buku. Berarti batal dong teori orang yang bilang, “jika membaca usahakan jangan bersuara, atau mulut komat-kamit” maksudnya biar mulut gak capek mungkin. Iya ini pilihan kan?
• Visual: selain teling tentu saja mata terlibat lasngung dalam aktivitas baca. Maka mata juga perlu dimanjakan dengan melihat pemandangan-pemandangan yang membuatnya asyik. Misalkan dibu ada gambar, foto atau lainnya. Hernowo bilang biasanya mata lebih cepat terlena saat buku kita buka dengan gambar-gambarnya. Karenannya mata juga perlu di kasi faham perihal isi buku, jangan khawtir untuk mencoart-coret isi buku itu man-mana yang penting untuk ditandai mungkin pakai pensil atau stabilo. Tentunya buku sendiri dong bukan buku perpus atau buku teman, entar dimarahi loh.
• Terakhir ini yang sangat penting: Intelektual. Maksud hernowo, intelektual tidak sekedar intelektua-intelektual yang kita kenal. Maksudnya adalah merenungkan isi buku setelah beberapa saat kita membacanya. Dengan merenungkan isi buku, kita lalu bisa “mengikat makna” dari buku tersebut. Artinya coretan-coretan inti buku lah! Ini sangat penting, karena dengan merenung kita bisa berdiskusi spritual dengan pengarang (author). Debat aja dia, bantah dan bantai ok.

Jum’at, 13 Oktober 2006, 04.46 Pagi

No comments: